Jumat, 17 Desember 2010

Tentang Wayang Kulit

0 komentar
Wayang Kulit di Jawa Tengah adalah tradisi tertua dalam cerita wayang dan sudah sangat maju dan berkembang. Orkes gamelan mengiringi dalang yang menggerak-gerakan wayang dibalik layar yang melantunkan irama lagu yang secara terus menerus sesuai dengan jalannya cerita.

Malam pegelaran wayang kulit telah tiba. Didalam kegelapan kutu malam mulai beterbangan mengitari lampu minyak tanah yang menerangi layer putih yang telah dipasang. Dibawah panggung telah tersusun aneka karakter wayang kulit yang ditusukkan di badan sebuah pohon pisang. Disebelah kanan terdapat karakter-karakter yang melambangkan kebaikan dan disebelah kiri karakter-karakter yang melambangkan kejahatan. Daerah terbuka diantara kedua karakter tersebut selebar kira-kira dua meter merupakan panggung pegelaran.


Pegelaran Wayang Kulit
Di pulau Jawa pegelaran wayang kulit dilakukan di desa-desa dan kota-kota pada hari-hari libur nasional, festival keagamaan, upacara pernikahan, upacara kelahiran dan waktu khitanan. Di Bali dilakukan juga pada upacara pembakaran mayat. Setelah hari menjelang malam, lelaki, perempuan dan anak-anak berkumpul di depan layar yang terbuat dari kain putih. Bayangan terbentuk oleh sinar lampu yang diletakan dibelakang wayang dan layar.


Si dalang mengangkat wayang untuk ditempatkan pada bayangan dengan gerak yang gemulai dan mantap. Ia lalu memanipulasi gerak wayang tersebut, menyanyi dan memberi tanda pada orkes musik. Ia juga berbicara mewakili para karakter wayang. Ia harus bisa menirukan suara merdu seorang permasuri maupun suara yang berwibawa dari seorang pangeran.


Pegelaran wayang banyak mengambil cerita klasik Hindu seperti Arjuna Sasra Bahu dan seri cerita Ramayana yang banyak episode dari cerita kehidupan Rama, Laksmana dan Shinta yang diculik oleh Raja Rahwana dimana Shinta dapat diselamatkan atas bantuan Raja Monyet yang bernama Hanoman dengan petempuran seru di Kerajaan Sri Lanka.
Cerita Mahabharata mengisahkan pertentangan antara Pandawa (Judistra, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa) dan Kurewa dengan beratus-ratus sepupu mereka yang iri hati. Even ini umumnya terjadi disuatu tempat di Jawa bukan di India dan para Pandawa yang merupakan keturunan dewa Vishnu adalah keturunan dari raja-raja Jawa. Banyak juga episode-episode cerita yang merupakan kreasi dari para dalang dalam beberapa generasi terdahulu.
Read More

Sejarah wayang kulit

0 komentar
WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In­donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.

Asal Usul

Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.

Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe­wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa­yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah per­tunjukan wayang.

Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis­toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone­sia halaman 987.

Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewa­yangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita­cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.

Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.

Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.

Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.
Read More

Kamis, 16 Desember 2010

Tokoh - Punakawan

2 komentar
Punakawan adalah para pembantu dan pengasuh setia Pandawa. Dalam wayang kulit, punakawan ini paling sering muncul dalam goro-goro, yaitu babak pertujukan yang seringkali berisi lelucon maupun wejangan.

Versi Jawa Tengah dan Jawa Timur (wayang kulit/wayang orang)
Semar
Gareng
Petruk
Bagong
Versi Banyumas (wayang kulit/wayang orang)
Semarsemorodewo
Garengnolo
Petrukkanthong
Baworcarub
Versi Jawa Barat (wayang golek)
Semar
Cepot atau Astrajingga
Dawala
Gareng
Bali
Tualen
Merdah
Sangut
Delem
Teman para Punakawan
Togog
Bilung
Limbuk
Cangik
Read More

Tokoh - Mahabharata

0 komentar


Tokoh-tokoh Mahabharata dalam budaya pewayangan Jawa diambil dan diadaptasi dari mitologi Hindu di India.




  • India.
  • Abimanyu
  • Resi Abyasa
  • Amba
  • Ambalika
  • Ambika
  • Antareja
  • Antasena
  • Arjuna
  • Aswatama
  • Baladewa
  • Banowati
  • Basupati
  • Basudewa
  • Bima
  • Bisma
  • Burisrawa
  • Bayu
  • Cakil
  • Citraksa
  • Citraksi
  • Citrayuda
  • Damayanti
  • Dewayani
  • Drona (Dorna)
  • Drestadyumna
  • Dretarastra
  • Dropadi
  • Durgandini
  • Durmagati
  • Dursala (Dursilawati)
  • Dursasana
  • Duryodana (Suyodana)
  • Drupada
  • Ekalawya
  • Gatotkaca
  • Gandabayu
  • Gandamana
  • Gandawati
  • Indra
  • Janamejay


  • Jayadrata
  • Karna
  • Kencakarupa
  • Kertawarma
  • Krepa
  • Kresna
  • Kunti
  • Madri
  • Manumanasa
  • Matswapati
  • Nakula
  • Nala
  • Niwatakawaca
  • Pandu
  • Parasara
  • Parikesit
  • Puru
  • Rukma
  • Rupakenca
  • Sadewa
  • Sakri
  • Sakutrem
  • Salya
  • Sangkuni
  • Samba
  • Sanjaya
  • Santanu
  • Sarmista
  • Satyabama
  • Satyajit
  • Satyaki
  • Satyawati
  • Srikandi
  • Subadra
  • Sweta
  • Udawa
  • Utara
  • Utari
  • Wesampayana
  • Wicitrawirya
  • Widura


  • Wirata
  • Wisanggeni
  • Wratsangka
  • Yayati
  • Yudistira
  • Yuyutsu





Read More

Tokoh - Ramayana

0 komentar
Tokoh-tokoh Ramayana dalam budaya pewayangan Jawa diambil dan diadaptasi dari mitologi Hindu di India.

  • Anggada
  • Anila
  • Anjani
  • Dasarata
  • Hanoman
  • Indrajit (Megananda)
  • Jatayu
  • Jembawan
  • Kosalya
  • Kumbakarna
  • Aswanikumba
  • Laksmana
  • Parasurama
  • Prahasta
  • Rama Wijaya
  • Rawana
  • Satrugna
  • Sita
  • Subali
  • Sugriwa
  • Sumali
  • Sumitra
  • Surpanaka (Sarpakenaka)
  • Trikaya
  • Trijata
  • Trinetra
  • Trisirah
  • Wibisana
  • Wilkataksini
  • Dewi Windradi
Read More

Dewa-Dewi pewayangan

0 komentar
Dewa-Dewi dalam dunia pewayangan merupakan dewa-dewi yang muncul dalam mitologi agama Hindu di India, dan diadaptasi dalam budaya Jawa.


  • Sang Hyang Adhama
  • Sang Hyang Sita
  • Sang Hyang Nurcahya
  • Sang Hyang Nurrasa
  • Sang Hyang Wenang
  • Sang Hyang Widhi
  • Sang Hyang Tunggal
  • Sang Hyang Rancasan
  • Sang Hyang Ismaya
  • Sang Hyang Manikmaya
  • Batara Bayu
  • Batara Brahma
  • Batara Candra
  • Batara Guru
  • Batara Indra
  • Batara Kala
  • Batara Kresna
  • Batara Kamajaya
  • Batara Narada
  • Batara Surya
  • Batara Wisnu
  • Batara Yamadipati
  • Batari Durga
  • Batara Kuwera
  • Batara Cingkarabala
  • Batara Balaupata
  • Hyang Patuk
  • Hyang Temboro
Read More
 

wayang kulit. Copyright 2010 All Rights Reserved .Template design by:Rofingi.com